Kamis, 12 Januari 2012

sebuah lorong di kotaku


SEBUAH LORONG DI KOTAKU
Indentitas novel

Judul              : Sebuah lorong di kotaku
Karangan       : NH. Dini
Cetakan          :PT. Gramedia
Tabal buku    : 1,3cm

Tema                              : a.   Setiap kita bertukar pikiran tentang hal itu, pada akhirnya engkau senantiasa berkecil hati-hati seolah-olah malulah engkau, bahwa masuk golongan bumi putera, yang kau sangka aku menghinakannya. (2)
b.   Pusaka yang akan ditinggalkan buat anaknya tidaklah berarti, haruslah anak itu memperoleh ilmu dunia yang setinggi-tingginya buat bekal hidupnya. (10

Latar atau setting     : a.       Tempat bermain Tenis (1)
“Tempat bermain tennis, yang dilindungi oleh pohon-pohon ketapang disekitarnya, masih sunyi”.
b.      Kota Solok (3).
“Aku tahu buat diriku sendiri, meskipun esok atau lusa di kota solok ini sudah lazim berjalan berkeliaran memakai baju renang”

Penokohan                  : .       Penduduk (1)
b.      Hanafi (2) Golongan bumiputra atau orang bangsa Indonesia.
c.       Carrie (2) Sorang gadis bangsa barat yang amat cantik parasnya.
d.      Nyonya Brom (6) Administratur Afdelingsbank


  Sinopsis.

Akhirnya ibu mendapatkan sebuah rumah yang menyenangkan. Kami hidup tentram dalam bimbingan ibu yang penuh kelembutan dan ayah yang berwibawa serta bijaksana.
Aku kesepian dan kadang-kadang merasa bosan bermain sendirian, meninggu saudaraku pulang sekolah.
  Suatu hari kami pergi ke rumah di desa, menumpang kereta api dan andong. Karili sangat gembira setelah sampai di rumah kakek. Demikian juga kakek. Tak henti-hentinya kami berbincang-bincang dengan kakek. Ayah pun tak lupa menanyakan keadaan dan kesehatan kakek.
Hari kedua aku diajak Paman Sarosa melihat isi kebun kakek, memetik kelapa, melihat kejernihan air sungai yang mengalir di kebun. Terasa riyaman kehidupan di desa. Terdengar derit tali timba, bunyi hewan, kicau burung, dan udara segar.
Banyak yang kulakukan selama di rumah kakek. Turut menjaga ladang, menghalau burung, ikut memandikan kerbau anak gembala bersama kakakku, Teguh Nugroho.
Dua hari telah berlalu aku harus pulang meninggalkan desa kakek, berpisah dengan paman. Aku merasa sangat sedih.
Di Madiun kami singgah di rumah Pak De dan Bu De. Di rumah ini kegiatan kami selalu diawasi. Bu De selalu hendak serba teratur. Karena itu aku merasa tidak puas.
Karena keadaan perang ibu mempersiapkan banyak makanan. Makanan itu disimpan di atas loteng. Setiap malam banyak tetangga datang ke rumah untuk mendengarkan siaran radio dan mendengar tentang berita perang.
  Aku dijemput Paman Sarosa untuk berlibur selama bulan puasa di tempat kakek. Aku tinggal di rumah kakek bersama Maryam. Aku senang beneman dengan Maryam karena kami mempunyai beberapa persamaan.
Aku mulai sekolah. Semua kakakku sekolah di HIS. Di HIS semua murid harus berbahasa Belaflda. Tapi ayah selalu mewajibkan kami berbahasa Jawa.
Suatu hari ketika aku asyik bermain dengan teman-teman Maryam memaksa pulang karena kami akan mengungsi ke kampung Batan. Kami mengungsi di sini bersama-sama pengungsi lain. Karena ibu tidak mau mengungsi, ayah membuat lubang perlindungan di bawah pohon mangga. Untuk penutupnya digunakan ranting-ranting dan daun. Dindingnya dilapisi beberapa helai kasur. Semua sekolah dan kantor tutup. Kendaraan umum tidak boleh lagi  hilir  mudik.  Kekurarigan  bahan  makanan  mulai  terasa. Indonesia tidak lagi diduduki Belanda, melainkan oleh Jepang. Belanda menyerah kalah kepada Jepang dan seluruh daerah jajahan Belanda jatuh ke tangan Jepang


Biografi 

Nama Nh. Dini merupakan singkatan dari Nurhayati Srihardini. Nh. Dini dilahirkan pada tanggal 29 Februari 1936 di Semarang, Jawa Tengah. Ia adalah anak kelima (bungsu) dari empat bersaudara. Ayahnya, Salyowijoyo, seorang pegawai perusahaan kereta api. Ibunya bernama Kusaminah. Bakat menulisnya tampak sejak berusia sembilan tahun. Pada usia itu ia telah menulis karangan yang berjudul “Merdeka dan Merah Putih”. Tulisan itu dianggap membahayakan Belanda sehingga ayahnya harus berurusan dengan Belanda. Namun, setelah mengetahui penulisnya anak-anak, Belanda mengalah.

Dini bercita-cita menjadi dokter hewan. Namun, ia tidak dapat mewujudkan cita-cita itu karena orang tuanya tidak mampu membiayainya. Ia hanya dapat mencapai pendidikannya sampai sekolah menengah atas jurusan sastra. Ia mengikuti kursus B1 jurusan sejarah (1957). Di samping itu, ia menambah pengetahuan bidang lain, yaitu menari Jawa dan memainkan gamelan. Meskipun demikian, ia lebih berkonsentrasi pada kegiatan menulis. Hasil karyanya yang berupa puisi dan cerpen dimuat dalam majalah Budaya dan Gadjah Mada di Yogyakarta (1952), majalah Mimbar Indonesia, dan lembar kebudayaan Siasat. Pada tahun 1955 ia memenangkan sayembara penulisan naskah sandiwara radio dalam Festival Sandiwara Radio di seluruh Jawa Tengah.

Kegiatan lain yang dilakukannya ialah mendirikan perkumpulan seni Kuncup Mekar bersama kakaknya.Kegiatannya ialah karawitan dan sandiwara. Nh. Dini juga bekerja, yaitu di RRI Semarang, tetapi tidak lama. Kemudian, ia bekerja di Jakarta sebagai pramugari GIA (1957—1960).

Pada tahun 1960 Dini menikah dengan seorang diplomat Prancis yang bernama Yves Coffin. Ia mengikuti tugas suaminya di Jepang, Prancis, dan Amerika Serikat. Karena bersuamikan orang Prancis, Dini beralih warga negaranya menjadi warga negara Prancis. Dari perkawinannya itu Dini mempunyai dua orang anak, yaitu Marie Claire Lintang dan Louis Padang. Terhadap kedua anaknya itu, Dini memeberi kebebasan budaya yang akan dianut dan bahasa yang akan dipelajari. Untuk mengajarkan budaya Indonesia, Dini menyuruh anaknya mendengarkan musik Indonesia, terutama gamelan Jawa, Bali, dan Sunda serta melatihnya menari.

Pada tahun 1984 Dini bercerai dengan suaminya. Pada tahun 1985 kembali ke Indonesia dan menjadi warga negara Indonesia. Ia memutuskan kembali ke kampung halamannya dan melanjutkan menulis serta mendirikan taman bacaan anak-anak yang bernama Pondok Baca N.H. Dini yang beralamat di Perumahan Beringin Indah, jalan Angsana No. 9, Blok A-V Ngalian, Semarang 50159, Jawa Tengah.

Pengalaman menjadi istri diplomat memperkaya pengetahuannya sehingga banyak mempengaruhi karya-karyanya, seperti karyanya yang berlatar kehidupan Jepang, Eropa, dan Amerika.

Kamis, 05 Januari 2012

ceritaku


Kakek tua itu sangatlah kuat meskin tubuhnya sudah termakan usia.setiap pagi aku berangkat kuliah,ku jumpai dia sedang mempersiapkan barang dagangannya,yaitu  barang yang tak seberapa harganya dan sangat jarang orang saat ini menjual barang itu,barang itu adalah pembersih ventilasi rumah yang terbuat dari serat-serat apa aku tak tahu.
Dengan tubuhnya yang sudah tua dan sakt-sakitan itu,ia menjual barangnya kemana saja dengan sepeda tuanya itu. Pernah aku melihatnya  menjual barangdagangannya sangat jauh dari tempat tinggalnya.
Ia rela berjuang demi kebutuhan keluarganya. Andai aku bisa membantunya,aku ingin membantunya.
Tuhan berilah rezeki yang banyak kepada kakek tua itu agar ia bisa mencukupi kebutuhan keluarganya.

Selasa, 03 Januari 2012

tentang dia


Dia selalu merasa kesepian,dia sangat butuh teman dalam hidupnya,setelah dia jauh dari orangtua kandungnya.
Tapi kenyataan hidup yang dia dapati,teman-temanya seperti menjauh darinya.entah tanpa alasan mereka menghiraukan dia. Tapi dia mencoba untuk sabar menghadapinya,inilah hidup.meski teman-temannya begitu.
Saat dia sendiri,selalu melamun dan bersedih,mengapa dia harus menjalani hidup disini. Penyesalan selalu menghantuinya,dia sangat merindukan kedua orangtuanya  kakak dan adiknya. Sempat dia berpikir ingin mengakhiri hidupnya,tapi itu akan menjadi masalah yang besar baginya,karena untuk menyelesaikan masalah bukan itu caranya.
Yang membuat dia bertahan disini sampai saat ini,karena semangat dari kekasihnya. Kekasinya selalu mensupport dia untuk sabar dan menjalani hidup ini dengan apa adanya.